-->
Home » » PERDAGANGAN DAN PELAYARAN PADA MASA KUNO

PERDAGANGAN DAN PELAYARAN PADA MASA KUNO


PERDAGANGAN DAN PELAYARAN PADA MASA KUNO
Sejarah selama ini lebih banyak membahas suatu peristiwa politik yang terjadi di jagad raya ini. Seolah-olah peristiwa-peristiwa seperti pergantian raja, pemilu, perang, demonstrasi, dan sidang-sidang para wakil rakyat sebagai peng-gerak utama sejarah peradaban umat manusia di dunia. Apabila kita kaji lebih dalam peristiwa-peristiwa yang nampak itu hanyalah salah satu dari berbagai faktor penting yang menggerakkan umat manusia untuk memenuhi kebutuhannya dalam bidang politik.

Faktor penting lainnya yang turut menggerakan  umat manusia adalah  usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam rangka memenuhi kebutuhan-nya itu manusia melakukan pengumpulan makanan dari alam, mengolah alam (bercocok tanam), mengolah bahan dari alam (Industri) atau melakukan tukar menukar barang (barter) karena barang yang dibutuhkan tidak tersedia di daerah-nya. Proses barter ini lama-kelamaan berkembang menjadi perdagangan modern yang bukan lagi menukar barang dengan barang tetapi menukar barang dengan uang. Aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhannya seperti di atas merupakan usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Oleh karena itu aktivitas seperti itu dimasukkan dalam kategori sejarah ekonomi.

Dalam sejarah politik kisah sejarah pada umumnya berkaitan dengan peristiwa besar atau orang besar (the Great man). Dalam sejarah ekonomi aktivitas seperti jual beli bumbu masak (rempah-rempah), kain/pakaian, ikan asin, kemenyan, batu nisan kuburan, dan barang-barang  lainnya yang dianggap hal-hal yang biasa dalam kehidupan masyarakat dapat menjadi bahan sejarah yang sangat penting dalam sejarah ekonomi. Berkaitan dengan hal di atas tulisan ini akan mencoba menguraikan  sejarah umat manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya melalui perdagangan khusus-nya perdagangan kuno yang terjadi di Eropa, Asia dan di Indonesia.

Jalur Perdagangan Darat

Perdagangan sebagai salah satu aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuh-an ekonominya, telah membuka hubungan antarnegara di dunia. Melalui perdagang-an itu terjadilah hubungan antardaerah yang satu dengan daerah yang lain, bangsa yang satu dengan yang lain, dan benua yang satu dengan benua yang lain. Daerah-daerah produsen berhubungan dengan daerah konsumen yang kemudian mem-bentuk jalur-jalur perdagangan dunia yang jaraknya bisa sampai ribuan mil. Melalui per-dagangan itulah dunia Timur terhubung dengan dunia Barat.

Hubungan antara dunia Timur dan Barat  nampaknya telah ada sejak sebelum abad Masehi. Dunia  Timur yang kaya rempah-rempah dapat memenuhi kebutuhan negara-negara Barat, seperti lada, buah pala, jahe, cengkih, kayu manis, kemenyan, permata, dan sutra. Untuk bisa mendapatkan barang tersebut bangsa Barat harus mengeluarkan biaya yang  besar dan usaha keras. Namun, hal itu bukan menjadi rintangan karena barang-barang dari Timur tersebut memang sangat dibutuhkan dan merupakan barang langka di negara-negara Barat.

Sejak sebelum permulaan tahun Masehi di Asia sudah berkembang hubung-an dagang antara Asia Timur (Cina) dengan India dan Cina dengan Asia Tengah. Jalur perdagangan tersebut dikenal dengan sebutan jalan sutra. Ada dua jalan sutra  yang menghubungkan antara dunia Timur dan Barat. Pertama, jalur yang meng-hubungkan Cina dengan Asia Tengah, India, dan Asia Barat. Jalan sutra yang lain adalah yang melalui laut dan merupakan kelanjutan dari jalan darat, yaitu jalur perdagangan laut dari Teluk Persia sampai Laut Merah. Selain itu, juga perdagang-an melalui laut dari Teluk Benggala, India sampai Teluk Persia.

Melalui jalan sutra tersebut para pedagang membawa barang dagangan dari Timur melalui Benua Asia menuju ke Asia Barat. Para pedagang  menggunakan sarana transportasi berupa binatang unta untuk mengangkut barang dagangan menyusuri jalan sutra di tengah padang pasir di Asia menuju ke Asia Barat.

Perdagangan transkontinental yang membentang di Asia Tengah dan menghubungkan Chang An (Ibukota Cina sejak abad 7-13) melintasi stepa-stepa dan gurun-gurun. Wilayah Parsi, selatan Laut Kaspia, Mesopotamia hingga Laut Tengah. Fungsi utama perdagangan jalur laut dan Jalur darat adalah untuk menyalurkan produk-produk dari Timur ke Barat melalui Tengah. Alat transportasi utama dalam kergiatan perdagangan  adalah rombongan unta dalam jumlah yang sangat besar (karavan). Sejak Kafilah Bani Abasiyah mengalami kemunduran pada abad ke-10 pola perdagangan dari Timur Tengah ke Asia Timur dan sebaliknya dari Asia Timur ke Timur Tengah mengalami perubahan  fundamental.

Hubungan antara negeri Cina dan India dimulai pada zaman Dinasti Han (206 SM - 121 SM). Pada zaman pemerintahan Kaisar Wu Tie, yaitu pada tahun 138 SM dikirmkan seorang utusan yang bernama Tsang Tsj’in untuk mencari persahabatan dengan bangsa Yue Tys, yaitu suku bangsa  yang berkedudukan di sebelah utara Tibet yang termasuk  rumpum Indo Jerman. Perutusan itu sendiri gagal, tetapi sejak itu pengiriman utusan tersebut banyak pedagang Cina pergi ke India melalui celah-celah antara Yunan dan Myanmar. 

Sejak perjalanan Tsang Tsj’ien, bangsa Cina mulai berhubungan dengan bangsa di Asia Tengah dan India. Hubungan itu bercorak perdagangan dan sekaligus juga militer. Pada zaman itu sudah dikenal dua jalan sutra. Pertama jalur utara  yaitu  jalur  melewati Padang Pasir Gobi, atau  jalur  melalui  daerah Turfan. Kedua melaui jalur selatan yaitu melewati Khutan dan Yarkand. Hubungan dengan India  terjadi lebih intensif lagi sesudah agama Budha dapat memasuki Cina.

Mungkin sekali masuknya agama Budha itu ikut tersiar ke Cina melalui para pedagang dan tentara yang ikut berperang di daerah Asia Tengah dan perbatasan India. Dalam hubungan dagang antara Cina dan India tersebut, Cina menjual bahan sutra halus, kulit binatang berbulu, dan kayu manis. Sebagai gantinya orang Cina menerima barang-barang, seperti gelas, permata, gading, dan kain dari wol halus serta lena.

Selain menjalin hubungan dagang dengan India melalui jalan sutra, pada awal tahun Masehi Cina juga menjalin hubungan dengan Romawi. Kain sutra halus idari Cina  sesudah tiba di Romawi diurai lagi menjadi benang bahan pakaian yang sangat halus. Barang-barang lainnya yang dijual bangsa Cina ialah kaneel yang dipakai obat, minuman, wangi-wangian, Porselin  dan juga beberapa jenis benda logam. Pada waktu itu orang Cina  membeli bermacam-macam benda dari Romawi, seperti gelas minuman, perhiasan, dan bahan pakaian wol.

Pada waktu itu, perdagangan antara orang-orang Romawi dan orang-orang Cina  dilakukan secara tidak langsung. Perdagangan yang mereka lakukan adalah  perdagangan berantai. Kafilah-kafilah dari Cina melakukan perdagangan dengan Romawi melalui pedagang-pedagang Parthia dengan naik unta dan kuda. Barang-barang dari Timur ini diangkut ke daerah-daerah perdagangan di Pantai Laut Tengah melalui Mesopotamia.

Di sini barang-barang itu berpindah tangan lagi  dan melalui Gurun Syiria diangkut ke Palmyra dan kota-kota bandar lain kepada pedagang-pedagang Funisia yang mengangkut dan mengedarkan secara luas ke negeri-negeri di sekeliling perairan Laut Tengah. Perdagangan waktu itu hanya terbatas pada perdagangan barang berharga atau barang mewah karena para pedagang harus menempuh perjalanan yang sangat jauh. Alat pengakutan yang mereka gunakan masih sangat terbatas, yaitu dengan perahu-perahu kecil atau dengan unta dan kuda.

Sejak abad ke-13 Mongol mengadakan ekspansi hingga membentuk emporium Mongol yang membentang dari Cina hingga Mesopotamia dan bertahan hingga abad ke-15. pada masa Jengis Khan Mongol berhasil menguasai trans Oxiana dan membangun ibukota kerajaannya di Samarkhand dan menggunakan gelar Khan Akbar. Dinasti ini merosot setelah mendapat serangan orang Uzbek. Namun Amir Timur kemudian melancarkan serangkaian peperangan untuk memulihkan kembali kekuasaan Jengis Khan.

Ke barat pasukan Amir Timur berhasil menduduki Persia, kemudian ke Azerbaijan, Baghdad, Damaskus, Angkara, dan Georgia. Ke arah timur Amir Timur berhasil menaklukkan kerajaan Delhi di India. Keturunan Amir Timur Zahir al Din Muhammad Babar (Padsha Ghazi) kalah dalam perang suksesi dan melarikan diri yang kemudian berhasil membangun Kerajaan Islam Moghul di India.

Jalur Perdagangan Laut

Sejak awal tahun Masehi sudah berkembang hubungan perdagangan yang ramai antara dunia Barat dan dunia Timur, yaitu antara Kekaisaran Romawi dan Kerajaan Cina melalui jalan laut. Pada awal Masehi itu kedua kerajaan masing-masing mencapai zaman gemilang. Romawi di bawah kekuasaan Kaisar Octavianus Augustus dan di pihak lain negeri Cina mencapai kejayaan pada masa kekuasaan Dinasti Han.

Pada awal tahun Masehi itu, para pelaut telah mengenal dan memanfaatkan angin musim dalam perjalanan pelayarannya. Mereka tidak perlu lagi berlayar menyusuri pantai. Diseberangilah Samudra India dan Selat Malaka dengan menggunakan angin musim barat daya. Dari Selat Malaka para pedagang Barat melanjutkan perjalanannya ke Pelabuhan Annam. Bahkan, para pedagang Barat yang sampai di Pelabuhan Annam pernah menghadap Kaisar Cina sebagai utusan Raja Ta-tsin (Romawi) yang bernama Antu (mungkin Mareus Ausrelius)

Berkembangnya hubungan dagang jalur laut Asia Barat dan Asia Timur pada saat itu disebabkan terjadinya peperangan di Asia Tengah sehingga jalur per-dagangan darat antara Asia Barat dan Asia Timur yang melewati Asia Tengah (jalan sutra) menjadi terputus. Pada tahun-tahun berikutnya makin sering didengar kabar tentang kedatangan pedagang Romawi di Cina. Hal itu menunjukkan bahwa makin banyak kapal yang berlayar dari Teluk Persia ke Cina melalui Selat Malaka.

Pada tahun 226 Masehi ada pedagang Romawi yang sampai di Nanking melalui Tonking. Selanjutnya, pada bagian kedua abad ketiga, rupanya para pedagang yang datang dari laut tidak hanya puas berhenti di Tonking, tetapi juga meneruskan pelayaran ke Kanton. Pada abad ketiga sudah banyak orang barat di Kanton dan dengan adanya hubungan dagang antara Cina dan Romawi maka pada saat itu sudah berkembang jalur perdagangan laut antara Asia Barat, Asia Tenggara, dan Asia Timur.

Selain adanya hubungan perdagangan antara Cina dan Romawi, Cina juga menjalin hubungan dagang dengan India melalui jalur laut. Dalam pelayaran perdagangan menuju ke India para saudagar Cina lebih dahulu mengadakan hubungan dengan Indonesia karena pelayaran mereka melewati wilayah tersebut. Sebelum terjadi hubungan dagang antara Cina dan Indonesia, terlebih dahulu sudah ada hubungan dagang antara Indonesia dan India. Hal ini disebabkan karena sistem angin di Indonesia yang lebih memudahkan pelayaran ke India dan Persia daripada ke Cina.

Pelayaran dari India ke Indonesia banyak dilakukan dengan menyusuri pantai, jadi tidak selalu menyeberangi Teluk Benggala. Kapal-kapal dagang tersebut setelah sampai di Selat Malaka kemudian singgah di pelabuhan-pelabuhan Indonesia dan sebaliknya. Sejak kapan terjadi hubungan dagang antara India dan Indonesia tidak dapat dipastikan. Akan tetapi pada abad kedua tahun Masehi hubungan pelayaran sudah intensif.

 Dilihat dari segi Geografis Kepulauan Indonesia dan daerah-daerah Asia Tenggara merupakan satu kesatuan dengan Asia maka tidak terlalu sulit bagi para pelaut pada zaman dahulu, mungkin juga pada zaman prasejarah untuk berlayar dari Asia Barat ke Indonesia. Dengan kapal layar itu mereka dapat menyusuri pantai pada musim yang tepat. Bahkan kapal-kapal besar pun dengan ukuran ratusan ton dan bermuatan seratus sampai dua ratus orang sudah dapat menyeberangi Teluk Benggala ataupun Samudra Indonesia dengan mantap.

Barang-barang yang diper-jualbelikan dalam perdagangan antara India dan Indonesia pada saat itu adalah logam mulia, perhiasan, berbagai jenis tenunan, barang pecah belah, bahan-bahan baku untuk kerajinan, rempah-rempah (cengkih dan lada), wangi-wangian, obat-obatan, dan kayu (cendana dan gaharu).

Cina sudah lama berdagang dengan Asia Tengah melalui jalan sutra dan secara langsung juga berdagang dengan Romawi. Sesudah Cina menguasai wilayah sebelah selatan Sungai Yang Tse dan daerah Indocina maka pelayaran dengan Indonesia melalui Selat Malaka makin berkembang. Sebelumnya orang Cina sudah mengetahui adanya jalur pelayaran ke selatan melalui Funnan dan Semenanjung Tanah Melayu yang berakhir di tepi Samudra Indonesia.

Akan tetapi hubungan dagang yang diselenggarakan India melalui Indonesia ke Cina ataupun dari Indonesia sendiri ke Cina sudah terjadi pada abad ketiga Masehi. Bukti tertulis tentang hubungan pelayaran itu barulah terjadi ketika Fa Hien (Fa Hsien) berlayar dari India lewat Jawa ke Cina pada abad kelima dan juga bukti dari Pendeta Gunawarman yang berlayar dari India ke Cina.

Dari catatan perjalanan yang dibuat oleh Fahien dan Gunawarman dapat diketahui bahwa pada awal abad ke-5 M sudah berkembang perdagangan laut antara Cina, India, dan Asia Barat. Pada saat itu perahu-perahu saudagar Arab banyak berlabuh ke Pelabuhan Kwantung (Kanton) membawa barang-barang dagangan, seperti minyak wangi, permadani, permata, setanggi, barang dari gelas, dan katun yang halus.

Hubungan pelayaran antara India dan Cina pada umumnya dilakukan melalui Asia Tenggara maka berkembanglah pusat-pusat perdagangan di daerah tersebut. Pusat-pusat perdagangan tersebut merupakan tempat bertemunya para pedagang dari berbagai negara. Di Asia Barat (Timur Tengah) terdapat pula pusat perdagang-an penting, seperti Ormuz di Teluk Persia dan Alexandria (Iskandariah) di Pantai Laut Tengah (Mesir).

Ormuz merupakan pusat perdagangan penting di Asia Barat karena pelabuhan itu merupakan tempat pertemuan dari tiga jalur perdagangan yaitu perdangan yang melewati Laut Merah, perdagangan yang melewati Lembah Sungai Tigris dan Eufrat, serta perdagangan dari Timur. Sementara itu, Alexandria merupakan pusat perdagangan penting di Laut Tengah karena dari sini barang dagangan dari Timur akan menyebar ke Eropa. Pusat perdagangan penting yang lain bagi para pedagang Eropa adalah Konstantinopel (Bizantium).

Di Asia Selatan juga berkembang pusat perdagangan penting, yaitu di Calikut (India). Pusat perdagangan lain di India pada saat itu adalah Goa dan Bombai. Pusat-pusat perdagangan di India mengalami perkembangan pesat terletak di jalur perdagangan antara Asia Barat dan Asia Timur. India banyak menghasilkan ber-bagai jenis barang dagangan penting, antara lain, gading, ukir-ukiran, kain wol, dan permata.

Di Asia Tenggara juga berkembang pusat perdagangan penting, yaitu Sriwijaya di Selat Malaka. Selat Malaka merupakan pintu gerbang dari pelayaran antara India dan Cina. Setiap kapal dari Asia Barat dan Asia Selatan yang akan berlayar ke Asia Timur pasti melewati Selat Malaka. Sriwijaya menghasilkan barang-barang dagangan penting, seperti rempah-rempah dari Maluku, emas, dan kayu cendana.

Di Asia Timur (Cina) juga berkembang pusat perdagangan penting karena wilayah ini menghasilkan berbagai jenis barang dagangan penting, antara lain sutera dan barang-barang dari porselin. Pusat-pusat perdagangan penting saat itu adalah Kanton (Kwantung) dan Kambalik (Peking).

Peranan Pusat-Pusat Perdagangan di Sekitar Laut Tengah

Seperti telah diterangkan di depan bahwa sejak sebelum permulaan tahun Masehi sudah terjadi hubungan antara Asia Timur dan Asia Barat melalui jalan sutra. Selanjutnya, pada awal abad Masehi juga sudah berkembang hubungan perdagangan melalui jalur laut Asia Timur dengan Asia Barat dan Eropa.

Barang-barang dagangan dari dunia Timur (Asia), antara lain sutra  dari Cina, rempah-rempah dari Indonesia, kain katun dan mutiara dari India, bahan pakaian, gading, dan kaca dari Mesir, permadani, batu permata, kayu sedar dari Asia Barat, akhirnya sampai ke daerah sekitar Laut Tengah, seperti Alexandria, Antioch, dan Konstantinopel (Bizantium).

Pada awal abad Masehi Kekaisaran Romawi mencapai puncak kejayaannya. Perdagangan dan pelayaran pada saat itu mengalami perkembangan yang sangat pesat. Dengan ramainya perdagangan dan pelayaran di sekitar Laut Tengah, tumbuhlah pelabuhan-pelabuhan di sekitar Laut Tengah, seperti Genoa dan Venesia yang terletak di Semenanjung Itali. Pelabuhan-pelabuhan tersebut selalu ramai dikunjungi oleh para pedagang. Romawi sudah menjalin hubungan dagang dengan kerajaan-kerajaan di Asia. Perdagangan pada saat itu sudah menggunakan mata uang sebagai alat tukar-menukar.

Pada saat Kekaisaran Romawi Barat mengalami keruntuhan tahun 476 Masehi, perdagangan di sekitar Laut Tengah sempat mengalami kemunduran. Pada saat itu pelabuhan-pelabuhan di sekitar Laut Tengah menjadi sepi. Perdagangan pada saat itu berlaku sistem barter atau sistem pertukaran barang dengan barang.

Pada saat terjadi perang salib (1096 M-1291 M) perdagangan di sekitar Laut Tengah sedikit mengalami kemunduran karena pelabuhan-pelabuhan di Laut Tengah (di Semenanjung Italia) menjadi pangkalan pemberangkatan pasukan Salib ke Palestina. Setelah Perang Salib berakhir, hubungan perdagangan antara Asia dan Eropa melalui Laut Tengah berkembang kembali. Keadaan itu membawa kemajuan pesat bagi kehidupan di sekitar Laut Tengah sehingga pelabuhan-pelabuhan di sekitar Laut Tengah berkembang menjadi kota-kota pelabuhan dan kota dagang yang besar dan sekaligus sebagai pusat-pusat perdagangan di Laut Tengah. Kota-kota pelabuhan dan kota-kota dagang tersebut banyak dikuasai oleh kaum pedagang.

Dengan modal-modal yang besar kaum pedagang juga membuka usaha perbankan dan mendirikan perusahaan-perusahaan. Kota-kota pelabuhan dan kota-kota dagang yang ada disekitar Laut Tengah yang merupakan pusat-pusat per-dagangan mempunyai peranan yang sangat besar dalam menyebarkan barang dagangan yang berasal dari Timur (Asia) ke sekitar Laut Tengah dan Eropa. Keramaian perdagangan yang melalui pusat-pusat perdagangan di Laut Tengah merupakan mata rantai dalam hubungan perdagangan antara Asia dan Eropa.

0 komentar:

Post a Comment

Loading...
Loading...