Revolusi
Perancis
1. Latar Belakang Revolusi
Perancis
a. Pengaruh Retionalisme
Aufklarung dan Romantik
Para “philosephes” Perancis pada
abad ke-19 pada hakikatnya tidak hanya mengkaji filsafat, tetapi juga
mengarahkan pandangannya kepada berbagai purba sangka yang ada pada manusia dan
kepada lembaga-lembaga sosial pada zaman mereka dengan menggunakan ketazaman
akal budinya. Hal ini mereka lakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan
kecaman langsung, dilakukan dengan diam-diam, dalam sindiran dalam karangan
sejahtera atau drama, sebagian dengan tinjauan dan renungan tentang bentuk
pemerintahan yang menjadi cita-cita atau konsep mereka.
Denis Diderot (1713-1784) dan J.
d’Alembert (1717-1784), mencipta-kan Encyclopedia bagi Perancis yang
memuat berbgai pengetahuan tentang hidup dan kehidupan manusia yang diuraikan
secara tajam berdasarkan akal budi yang sehat hingga sering dianggap merupakan
kritik-kritik yang pedas terhadap dogma-dogma yang kolot.
Dalam buah renungannya L’Esprit
des Lois (Jiwa Undang-Undang) C.S.B. Montesquieu (1689-1755) mengemukakan
teori Trias Politica. Dalam buku tersebut dibahas bahwa ketiga kekuasaan
yakni legislatif, eksekutif, dan judikatif hendaknya dipisahkan. Pemisahan
kekuasaan sangat perlu, sebab dengan cara demikian raja tidak dapat berbuat
sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Sebagai contoh, dikemukakan bahwa lembaga letter
de chacet (“jajahan raja”) sangat berbahaya karena surat yang ditanda
tangani raja telah mampu untuk menjerumuskan seseorang ke dalam penjara
Bastille. Orang-orang yang tidak disukai raja atau oleh salah satu anak emas
raja dengan cara demikian mudah dilenyapkan. Banyak penulis yang dimasukkan dalam penjara itu, karena mengemukakan secara
terang-terangan menentang politik raja, seperti Francois Marie Arouret,
yang lebih terkenal dengan Voltaire, dan Beaumarchais.
Voltaire (1694-1778) yang
dianggap sebagai salah seorang “pendekar kebebasan dan kemerdekaan” mengadakan
sindiran dan kritik-kritik pedas dalam bidang pemerintahan. Ketiga kekuasaan
tersebut di atas dalam tangan raja. Raja memilih dan mengangkat para menteri
yang pada hakikatnya hanya merupakan kaki tangannya saja. Para menteri
bertanggung jawab kepada raja, tidak kepada badan perawakilan rakyat, seperti
dalam negara demokrasi. Sebelum raja berhasil memusatkan segala kekuasaan pada
dirinya, Perancis mengenal tiga pemisahan kelas secara ketat.
Penduduk dibagi dalam tiga kelas (estates
of classes) atau tingkat dalam hidup, yakni kaum bangsawan, kaum agama yang
mempunyai hak-hak istimewa, dan golongan paura atau golongan ketiga.
Wakil-wakil golongan tersebut duduk dalam dewan propinsi dan Etats Generaux.
Tiap-tiap golongan mempunyai satu suara. Tetapi sejak 1614 raja tidak
menganggap perlu menyuruh Etats Generaux bersidang. Kaum atau golongan
bangsawan dan golongan agama tidak begitu gigih memprotes. Kaum bangsawan, yang
sebagian berasal dari bangsawan abad pertengahan dan yang sebagian dilantik
menjadi kaum bangsawan dari golongan paura yang kaya mendapat jabatan-jabatan
yang penting, baik sipil, militer, maupun jadi pemborong pajak. Sedang kaum
agama, hampir sepertiga dari tanah Perancis ada dalam kekuasaan mereka. Karena
para biskop dilantik oleh raja, maka mereka pun menjadi alat kekuasaan raja dan
demi kepentingannya agama bersikap konservatif sebab itu walaupun Voltaire
bukan termasuk golongan anti agama tetapi selalu menyerang dengan tajam
terhadap gereja yang dianggap sebagai alat kekuasaan raja. Tulisan Voltaire
antara lain tertuang dalam Letres Philophiques.
Pangkat rendah dalam dunia
kependetaan biasanya diduduki oleh golongan paura, tetapi pangkat itu tidak
memberikan pengaruh politik kepada mereka. Pada hakikatnya golongan puara itu
makin menjadi pencipta kemakmuran dan kebudayaan Perancis. Banyak orang
Perancis tidak puas dengan aturan pajak yang hanya dikenakan kepada kaum tani
dan golongan paura saja karena kaum bangsawan dan agama bebas dari pajak.
Walaupun demikian kedua golongan pembayar pajak itu tidak ikut serta
membicarakan untuk apa dipergunakan uang yang masuk ke dalam kas pemerintah.
Uang itu sering dipakai untuk tujuan yang sebenarnya tidak perlu dilakukan.
Istana menghambur-hamburkan uang dengan menempuh kemewahan yang melampauai
batas, diberikan kepada orang-orang kesayangan istana yang menduduki jabatan
semu. Dalam keadaan semacam itu Jean Jacques Rousseau (1712-1778) dalam bukunya
yang terkenal Du Contract Social mengutarakan bahwa kekuasaan orang yang
memerintah pada hakikatnya berdasarkan suatu “perjanjian” (contract)
dengan rakyat sebagai pemegang kedaulatan.
Rakyat menyerahkan kedaulatan itu kepada raja. Jadi merupakan suatu
“perjanjian” yang mengikat raja dengan kewajiban-kewajiban. Perjanji-an itu
dianggap batal apabila rakyat tidak puas. Paham ini ternyata dapat memuaskan
rasa keadilan golongan paura.
b. Pengaruh Revolusi Amerika
Suatu unsur yang revolusioner untuk
seluruh dunia ialah perumusan kesamaan hak azasi politis untuk semua warga
negara tanpa memandang berdasarkan suku bangsa, agama, atau tingkat sosial. Dalam
Decleration of Independence disebutkan bahwa manusia itu dilahirkan sama
dan memiliki hak-hak azasi itu dan mendapat kekuasaannya itu berhak
menggantikan suatu pemerintahan yang melanggar azas ini dengan pemerintahan
yang lain lebih sesuai dengan kehendak rakyat.
Jelas bahwa ide tentang kedaulatan
rakyat dan kesamaan hak-hak azasi manusia merupakan dampak daripada alam
pikiran masa Aufklarung di Eropa. Tiadalah mengherankan apabila ide
tersebut, terutama di Perancis diterima dengan gembira.
c. Kegelisahan Ketidakpuasan
Terhadap Regime Kuno Perancis
Golongan ketiga yang membayar pajak
adalah semua orang yang tidak termasuk golongan pertama dan kedua. Unsur yang
paling kuat dalam golongan ketiga ini adalah kaum borjouis, yaitu pedagang,
bankir, pengusaha, pemilik industri, dan golongan profesi yang tinggal di
kota-kota besar dan kecil. Sejak akhir abad pertengahan industri, perdagangan,
di Perancis berkembang sangat pesat, seperti yang berlaku di negara-negara lain
di Eropa. Bersamaan dengan perkembangan itu bertambah kaya.
Golongan borjuis ini sejak abad
ke-16 telah berkembang kemakmuran-nya dan memperhatikan pendidikan. Oleh sebab
itu, sebagian besar philosophes berasal dari golongan ini. Mereka adalah
orang-orang cerdik pandai, kaya dan pembayar pajak terbanyak, akan tetapi
mereka tidak memiliki kedudukan sosial yang tinggi, tidak ikut dalam
pemerintahan dan tidak memiliki hak-hak istimewa. Mereka sangat membenci
golongan agama dan bangsawan. Golongan petani lebih tidak puas lagi. Keadaannya
tidak jauh berbeda dari zaman Abad Pertengahan. Pembayaran pajak tanah, pajak
minuman keras, dan kewajiban kerja paksa untuk raja tanpa upah merupakan beban
yang tidak adil.
d. Pemerintahan Louis XVI yang
Lemah
Sebenarnya
Louis XVI adalah orang yang penting tetapi ia bodoh dan tidak tahu tugas yang
harus diembannya. Ia seharusnya mengembangkan keadaan di Perancis, tetapi ia
tidak mampu mengadakan pembaharuan-pembaharuan yang dikehendaki oleh
golongan-golongan yang bekerja sama dengan raja. Di samping itu ia percaya akan
keagungan raja.
Louis XVI
kawin dengan Marie Antoinette, gadis cantik putri Maria Theresia dari Austria.
Perkawinannya adalah suatu perkawinan politik, untuk menjalin hubungan baik
antara pemerintahan Perancis dan Austria, tetapi dilain pihak perkawinan
tersebut tidak disenangi oleh rakyat Perancis.
Di samping itu, Maria Antoinette
adalah permaisuri yang sangat boros. Ia tidak memikirkan kepentingan orang
lain, tetapi hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri dan kawan-kawannya
yang disenangi. Ia tidak memikirkan keadaan Perancis yang pada saat itu sedang
kalut. Karena ia hidup memboroskan keuangan negara, hidup berfoya-foya untuk
memenuhi keinginannya lazim ia dikenal dengan Madame Deficit, sebab
banyak mengurangi kas negara.
e. Masalah Keuangan Negara
Masalah yang sangat mendesak yang
harus diselesaikan oleh Louis XVI adalah masalah keuangan negara. Louis
berupaya mengangkat seseorang yang lebih dipercaya untuk dapat menanggulangi
keadaan keuangan Perancis, mengharapkan setiap pengangkatan orang-orang yang
baru dapat mengadakan pembaharuan keajaiban perimbangan keuangan tanpa
menurunkan pajak-pajak baru. Tetapi orang yang diangkat mengetahui bahwa
pemborosan itu bersumber dari istana kerajaan, di mana banyak uang dihambur-hamburkan.
Masalah kemerosotan keuangan negara berhubungan dengan kehidupan permaisuri.
f. Dewan Perwakilan (Etats-Generaux)
Mengambil Alih Pemerintahan Perancis
Di dalam sidang Dewan Perwakilan,
golongan ketiga menuntut agar pemungutan suara dilakukan kepala demi kepala.
Pada waktu itu golongan pertama diwakili 300 orang, golongan kedua 300 orang,
dan golongan ketiga 600 orang. Jika pemungutan suara dilakukan berdasarkan per
golongan, pasti akan menghasilkan kemenangan golongan pertama yang bergabung dengan
golongan kedua. Jika dilakukan per kepala, golongan ketiga mengharapkan
orang-orang dari dua golongan lainnya yang memihak golongan ketiga.
Kemudian sidang berubah menjadi
Konstituante (Constituante), bertugas membuat Undang-Undang Dasar bagi
Perancis. Sementara itu rakyat Paris mulai bergerak menyerang penjara Bastille
(14 Juli 1789), sebagai lambang kekuasaan absolutisme, untuk membebaskan
orang-orang yang ditahan di penjara itu. Kaum tani di luar kota Paris menyerbu
istana-istana milik bangsawan. Akibatnya, banyak golongan bangsawan melarikan
diri ke luar negeri. Konstituante terus bekerja, menghapuskan segala hak feodal
dan membuat Undang-Undang Dasar bagi Perancis. Sebaliknya kejadian tahun 1789
itu merupakan babak pertama dalam revolusi itu.
2. Arti dan Ciri-ciri
Revolusi Perancis
Pada tanggal 17 Juni 1789
wakil-wakil golongan ketiga memproklamasi-kan Etats Generaux (Dewan
Perwakilan) sebagai Dewan Nasional (Assemble Nationale). Tindakan
semacam ini mengandung arti yang sangat penting, karena Dewan Perwakilan
merupakan sidang golongan-golongan dijelmakan menjadi Dewan Nasional yang
merupakan wahana sidang rakyat Perancis menghapus-kan pengertian golongan.
Pengisian suatu masyarakat demokratis telah tampak. Pada tanggal 14 Juli 1789
rakyat Paris menyerbu penjara Bastille, suatu bangunan yang kuat dan megah,
lambang monarchie absolut. Di samping merupakan penjara Bastille juga merupakan
gudang senjata. Serbuan rakyat Paris ke Bastille berhasil baik ketika
kesatuan-kesatuan tentara raja yang berada di Paris banyak yang memihak dan
membantu rakyat. Bastille dapat dikuasai rakyat pada 14 Juli 1789 dan pada hari
tersebut dianggap sebagai “permulaan revolusi” dan kemudian diresmikan sebagai
“Hari Nasional Perancis”. Bendera Bourbon (raja) diganti dengan bendera
nasional – biru, putih, merah – dan tentara nasional dibentuk.
Pada tanggal 20 Juli 1789 Dewan
Nasional bersidang. Dalam hasil sidang ini antara lain mereka beritikad bahwa
mereka tidak akan bubar sebelum Perancis memiliki Undang-Undang Dasar. Mereka
sekarang menamakan dirinya Assemblee Nationale Constituante, disingkat Constituante.
Para bangsawan dan kaum agama mulai menggabungkan diri dengan golongan ketiga. Ada
usaha-usaha dari pihak raja untuk membubarkan Constituante tetapi gagal.
Sejak itu kekuasaan raja dan para
bangsawan, kaum agama beralih ke tangan rakyat. Pemimpin-pemimpin rakyat yang
terkenal dalam Konstituante antara lain: Merabeau, Lafayette, dan Sieyes.
Perubahan, penghapusan sistem rezim kuno (ancien regime) dan upaya
penyusunan sistem pemerintahan baru dilakukan melalui Konstituante.
Upaya-upaya itu meliputi:
a. Penghapusan
sistem rezim kuno dilakukan dengan tegas. Semua hak istimewa, sebutan bangsawan
dihapuskan. Gilde dihapuskan dan diganti menjadi perdagangan bebas. Kaum agama
dijadikan pegawai negara biasa dan milik gereja disita.
b. Penyusunan
Pemerintahan Baru
Dasar
pemerintahan baru adalah “Pernyataan Hak-hak Azasi Manusia dan Warga Negara” (Declaration
de droits de I’hpmme et du citoyen), yang diumumkan pada 27 Agustus 1789.
Pada 14 Juli 1790 Undang-Undang
Dasar (UUD) Perancis disyahkan. Sistem kerajaan dalam UUD ini tidak dihapuskan
dan negara dalam bentuk kerajaan konstitusional (Constitutionele Monarchie).
Raja memiliki hak veto yang dapat menunda keputusan tetapi tidak dapat membatalkan.
Setelah UUD tersusun pada 1791
Konstituante bubar, dan diganti oleh pemerintahan Dewan Legislatif (The
Legislative Assembly) pada 1791-1792. Dewan Legislatif memerintah Perancis
dengan mendasarkan diri pada UUD 1791. Anggota-anggota Dewan Legislatif
meliputi beberapa golongan, misalnya:
1) Fuillants,
ialah golongan liberal kanan.
2) Gironde;
disebut demikian karena anggota-anggotanya yang pandai bicara datang dari
daerah Gironde; umumnya terdiri atas kaum borjuis dan berhaluan kiri.
3) Montagne,
adalah golongan dari rakyat jelata, yang terdiri atas: (a) golongan Jacobin;
dinamakan demikian karena mereka sering bersidang biaya St. Jacob; (b) golongan
Cordelier, ialah golongan berhaluan kiri.
Tidak lama setelah terbentuknya
Dewan Legislatif timbul perselisihan antara Dewan itu dengan raja Louis XVI
yang menggunakan hak veto, ketika Dewan itu membuat undang-undang untuk
menundukkan bangsawan dan pendeta yang tetap menentang.
Austria dan Prusia bersatu untuk
menyerbu Perancis dengan hukuman sekeras-kerasnya jika rakyat Perancis berani
mengganggu raja Louis XVI dan keluarganya. Perang ini, yang lazim disebut
perang Koalisi I (1792), meyakinkan rakyat Perancis, bahwa raja Louis XVI
mempunyai hubungan rahasia dengan negara-negara luar dan dianggap merupakan
pengkhianatan terhadap revolusi, Louis XVI dengan keluarganya ditangkap untuk
diadili lebih lanjut.
Kaum borjuis yang hingga saat itu
mempunyai peranan penting dalam revolusi, mulai bergeser peranannya dan peranan
rakyat jelata lebih terasa. Tentara Perancis yang semangatnya revolusioner
dapat mengalahkan tentara Prusia di Valmy. Sejak kemenangan di Valmy ini kaum
revolusi Perancis tidak lagi bersifat mempertahankan diri terhadap luar negeri,
tetapi sebaliknya mereka mulai menyerang luar negeri. Mereka menyerbu Austria,
Prusia, dan Italia. Mereka mengumumkan perang kepada Inggris, Belanda, dan
Spanyol. Mereka menyanggupi bantuan Perancis kepada seluruh rakyat Eropa yang
ingin menghancurkan pemerintahan yang kolot.
Revolusi Perancis yang mula-mula
berhaluan liberal, sejak peristiwa diturunkannya raja dari tahta, bergeser
sifat menjadi revolusi kerakyatan. Dewan Legislatif akan mengadakan pemilihan
baru dan berdasarkan pemilihan umum, agar seluruh rakyat dapat memilih.
Pemerintahan akan dipegang oleh badan baru yang akan dipilih dan disebut Conventio
National (1792-1795).
Pada masa
pemerintahan Dewan Legislatif pada hakikatnya merupakan perebutan
kekuasaan antara kaum borjuis dan rakyat jelata. Rakyat jelata yang lazim
disebut commune, adalah rakyat dari kota praja (commune), karena
rakyat Paris lah yang merupakan pelopor dan pusat revolusi. Dengan adanya Convention
National merupakan bentuk kemenangan rakyat jelata terhadap kaum borjuis.
Convention National
berkumpul pada 21 September 1792. Tugas pertama-tama
yang dilaksanakan adalah menghapuskan bentuk pemerintahan kerajaan dan
mengganti dengan bentuk pemerintahan republik. Louis XVI diturunkan dari tahta
dan ditetapkan sebagai pengkhianat. Akhirnya raja ini dihukum mati di bawah
pisau pemotong kepala (guillotine). Pembunuhan besar-besaran dilanjutkan
terhadap para bangsawan, seperti ratu Maria Antoinette. Pembunuhan terhadap
bangsawan itu oleh banyak negara di Eropa lainnya dianggap tindakan yang
membahayakan keamanan dunia.
Keadaan di negara Perancis yang kalut
itu disertai dengan datangnya musuh dari luar yang mengancam Perancis. Di dalam
negeri pemberontakan timbul di mana-mana. Keadaan ekonomi kacau, nilai uang
merosot karena inflasi merajalela. Di kota-kota timbul kekurangan bahan
makanan, karena para petani hanya mau menjual bahan makanan kalau dibeli dengan
uang logam.
Keadaan yang kacau ini dipergunakan
oleh golongan Montagne untuk bertindak
tegas dan radikal demi keselamatan negara. Akhirnya pemerintahan Montagne
yang dipimpin oleh Roberspierre disebut “pemerintahan teror” (1792-1795).
Tindakan tegas pemerintahan Montagne yang disesuaikan dengan keadaan
negara terbukti berhasil. Musuh dari luar dapat dihalau dari tanah Perancis,
musuh dari dalam negeri dapat ditindas.
Inflasi dapat ditahan dan keadaan ekonomi
dapat dipulihkan kembali. Perancis diselamatkan dari bahaya keruntuhan yang
mengancamnya. Pemerintahan Montagne dari Roberspierre ini merupakan
pemerintahan “teror”, tetapi dipandang dari sudut politis, maka pemerintahan
Roberspierre dapat menyelamatkan negara dan revolusi Perancis.
Orang-orang Perancis mengangkat
revolusi Perancis dengan slogan mereka “kemerdekaan, persamaan, dan
persaudaraan” (liberty, equality, dan fraternity). Bagi mereka
“kemerdekaan” berarti peningkatan hak-hak perse-orangan yang antara lain
meliputi hak milik pribadi, bekerja apa yang ingin mereka kerjakan, bebas
beribadat, bebas menulis dan berbicara. “Persama-an” berarti penghapusan
terhadap semua unsur-unsur feodalisme dan perbudakan serta pengakuan persamaan
hak atas hukum bagi semua rakyat. “Persaudaraan” berarti kekeluargaan bagi
semua orang perancis, yang tercermin pada jiwa nasionalisme yang dikembangkan
di Perancis.
Nama Roberspierre menjadi
gilang-gemilang dalam mata rakyat, tetapi setelah keadaan pulih kembali menjadi
normal, golongan Gironde muncul kembali. Mereka bersekutu dengan
teman-teman Roberspierre, yang iri hati terhadap kedudukan Roberspierre yang
tinggi itu. Mereka berhasil menggulingkan Roberpierre dan menghukumnya mati di
panggung guillotine. Inilah yang dikenal dengan “Pemberontakan Thermidor”
(1794).
Golongan Gironde yang menang
terhadap kekuasaan golongan Montagne membubarkan Convention National
dengan membangun pemerintahan Direktorat (Directoire): 1795-1799. Ketika
kekuasaan dipegang oleh Directoire yang merupakan sebuah badan
pemerintahan yang ber-anggotakan lima orang. Pada waktu itu Perancis tetap
terancam musuh dari luar dan Perancis dapat menghalaukan bahaya ancaman itu
berkat keberanian-keberanian pemuda-pemuda Perancis yang disebut “yang bercelana
tidak berlutut” (sansculottnes) yang dapat mematahkan perlawanan musuh.
Pada 1795 Belanda, Spanyol, dan Prusia menghentikan perang. Hanya Austria dan
Inggris yang masih merupakan musuh. Rakyat Perancis mengalami kemunduran
ekonomi dan Directoire tidak cakap memberantas kekacauan dalam negeri,
timbullah kemungkinan-kemungkinan bangkitnya seorang diktator sebagai pemimpin.
Pemerintahan Directoire (1795-1799), merupakan
pemerintahan yang lemah dan sejak awal tidak begitu populer, tidak berwibawa,
korup dan tidak dipercaya oleh rakyat. Pemerintah Directoire tidak
menyelesaikan per-masalahan-permasalahan pengangguran di Perancis secara
signifikan dan demikian juga rakyat tidak begitu bersimpati pada pemerintahan
ini. Hanya dalam bidang kemiliteran mereka mencapai kemenangan-kemenangan yang
besar, tetapi ini lebih merupakan jasa dari Napoleon Bonaparte. Nama Napoleon
Bonaparte menjadi gilang-gemilang. Pemerintah Directoire yang segan
bekerja sama dengan rakyat jelata (Montagne) lebih suka bekerja sama
dengan kaum militer karena yang mempunyai kekuatan yang nyata. Bagian Napoleon
Bonaparte pengambilalihan kekuasaan hanya tinggal waktu saja. Dan ini
dijalankan ketika ia kembali dari Mesir pada tahun 1799. Dengan kekerasan
senjata Directoire dibubarkan. Rakyat yang mengutuki absolutisme pada
1789, memuja absolutisme pada tahun 1799.
0 komentar:
Post a Comment