PRRI/Permesta ( Pergolakan Sosial Politik Antara Pusat dan Daerah Pasca Pengakuan Kedaulatan Indonesia ) Ketidaktentuan kondisi politik dan ekonomi pasca pengakuan kedaulatan menyebabkan munculnya kecurigaan antara elit politik. Hal ini yang berpengaruh terhadap buruknya hubungan antara pusat dan daerah. Pertentangan kepentingan antara pusat dan daerah menyebabkan berbagai peristiwa yang bersifat sparatis seperti dibawah ini
PRRI/Permesta
Peristiwa PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) terjadi di Sumatera pada tanggal 15 Februari 1958, kemudian Permesta (Piagam Perjuangan Semesta) di Sulawesi pada tanggal 17 Februari 1958. Peristiwa ini dipimpin oleh para perwira militer di luar Jawa (Sumatera dan Sulawesi), mereka itu sering disebut dengan istilah Pasukan Sakit Hati.
Ketidakpuasan dengan pemerintah pusat di Jakarta menjadi faktor utama terjadinya peristiwa ini. Munculnya Dewan Banteng di Sumatra Tengah, Dewan Gajah di Sumatra Utara, Dewan Garuda di Sumatra Selatan, dan Dewan Manguni di Sulawesi merupakan bukti adanya keinginan untuk membangun daerahnya sendiri tanpa campur tangan pusat.
Nama-nama perwira militer yang terlibat dengan peristiwa ini di antaranya Kolonel Zulkifli Lubis, Kolonel Maludin Simbolon, Kolonel Achmad Husein, Kolonel Dahlan Jambek, Kolonel Sumual. Sebagai contoh akan ketidakpercayaan terhadap pemerintahan pusat seperti pernyataan yang disampaikan oleh dewan Gajah pada tanggal 22 Desember 1956 yaitu:
a. Melepaskan hubungan untuk sementara waktu dari pemerintah pusat.
b. Mulai tanggal 22 Desember 1956 tidak lagi mengakui kabinet yang ada sekarang
c. Mulai tanggal 22 desember 1956 mengambil kembali pemerintahan di wilayah Tentara dan Teritorium I.
Selanjutnya pada tanggal 8 Februari 1960 diproklamirkan Republik Persatuan Indonesia (RPI) oleh PRRI/Permesta Pemerintahan Negara Islam Indonesia. RPI ditandatangani oleh 105 orang yang terdiri atas wakil Dewan Perjuangan (16 orang), Pejabat PRRI (3 orang), Pemerintahan Negara Islam Indonesia (5 orang Aceh/Sulawesi), Pemimpin-pemimpin Daerah (7 orang), Dewan Sumatra Utara (27 orang), Sumatra Barat (9 orang), Riau (6 orang), Jambi( 5 orang), Sumatra Selatan (8 orang), Sulawesi Utara (6 orang), Sulawesi Selatan (4 orang), Maluku Utara/Selatan ( 3 orang), dan Jawa Barat (6 orang).
Untuk mengakhiri peristiwa ini dilakukan dengan operasi militer yaitu:
Operasi Penumpasan PRRI
1) Operasi Tegas, di bawah pimpinan Letkol Kaharuddin Nasution.
2) Oparasi 17 Agustus, di bawah pimpinan Kol Ahmad yani.
3) Oparasi Sapta Marga, di bawah pimpinan Brigadir Jendral Djatikusuma.
4) Operasi Sadar, di bawah pimpinan Letkol. Ibnu Sutowo.
Operasi Penumpasan Pemesta
Dilaksanakan melalui operasi gabungan bernama Operasi Merdeka di bawah pimpinan Letkol. Rukmito Hendraningrat. Oparasi ini terdiri atas beberapa bagian yakni:
1.) Operasi Saptamarga I di bawah pimpinan Letkol. Soemarsono dengan daerah sasaran Sulawesi Utara bagian tengah.
2.) Operasi Saptamarga II di bawah pimpinan Letkol. Agus Prasmono dengan sasaran Sulawesi Utara bagian selatan.
3.) Operasi Saptamarga III di bawah pimpinan Letkol. Magenda dengan daerah sasaran kepulauan sebelah utara Manado.
4.) Operasi Saptamarga IV di bawah pimpinan Letkol. Pieters dengan daerah sasaran Jailolo.
5.) Operasi Mena II di bawah pipinan Letrkol KKO Hunholz untuk merebut lapangan udara Morotai di sebelah utara Halmahera.
Operasi ini dapat berjalan dengan lancar dengan seminimal mungkin pertumpahan darah. Melalui kesadaran untuk menyerahkan diri tokoh-tokoh PRRI/Permesta pada bulan September 1961 yang diikuti oleh tidak kurang 25.000 anak buahnya yang menyatakan kembali ke pangkuan ibu pertiwi.
0 komentar:
Post a Comment