Pelaksanaan
Demokrasi di Indonesia pada Periode 1945-1949
Kalau kita mengikuti risalah sidang Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, maka kita akan melihat begitu besarnya
komitmen para pendiri bangsa ini untuk mewujudkan demokrasi politik di
Indonesia. Muhammad Yamin dengan beraninya memasukkan asas peri kerakyatan
dalam usulan dasar negara Indonesia merdeka, dan Ir. Soekarno dengan penuh
keyakinan memasukkan asas mufakat atau demokrasi dalam usulannya tentang dasar
negara Indonesia merdeka yang kemudian diberi nama Pancasila. Keyakinan mereka
yang sangat besar tersebut timbul karena dipengaruhi oleh latar belakang
pendidikan mereka.
Mereka percaya bahwa demokrasi
bukan merupakan sesuatu yang hanya terbatas pada komitmen, tetapi juga
merupakan sesuatu yang perlu diwujudkan. Pada masa pemerintahan revolusi
kemerdekaan ini (1945 - 1949), pelaksanaan demokrasi baru terbatas pada
berfungsinya pers yang mendukung revolusi kemerdekaan. Sedangkan elemen-elemen
demokrasi yang lain belum sepenuhnya terwujud, karena situasi dan kondisi yang
tidak memungkinkan. Hal ini dikarenakan pemerintah harus memusatkan seluruh
energinya bersama-sama rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan dan menjaga
kedaulatan negara, agar negara kesatuan tetap hidup.
Partai-partai politik tumbuh dan
berkembang dengan cepat. Tetapi fungsinya yang paling utama adalah ikut serta
memenangkan revolusi kemerdekaan dengan menanamkan kesadaran untuk bernegara
serta menanamkan semangat anti penjajahan. Karena keadaan yang tidak mengizinkan,
Pemilihan Umum belum dapat dilaksanakan sekalipun hal itu telah menjadi salah
agenda politik utama. Meskipun tidak banyak catatan sejarah yang menyangkut
perkembangan demokrasi pada periode ini, akan
tetapi pada periode tersebut telah diletakkan hal hal mendasar bagi
perkembangan demokrasi di Indonesia untuk masa selanjutnya.
Pertama, pemberian
hak-hak politik secara menyeluruh. Para pembentuk negara, sudah sejak semula,
mempunyai komitmen yang sangat besar terhadap demokrasi, sehingga begitu kita menyatakan
kemerdekaan dari pemerintah colonial Belanda, semua warga negara yang sudah
dianggap dewasa memiliki hak politik yang sama, tanpa ada diskriminasi yang
bersumber dari ras, agama, suku dan kedaerahan. Kedua, presiden yang
secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi seorang diktator, dibatasi
kekuasaanya ketika Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dibentuk untuk
menggantikan parlemen. Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden, maka
dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik yang kemudian menjadi peletak
dasar bagi sistem kepartaian di Indonesia untuk masamasa selanjutnya dalam
sejarah kehidupan politik kita.
0 komentar:
Post a Comment