Pelaksanaan
Demokrasi di Indonesia pada Periode 1998 - sekarang
Penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru pada akhirnya membawa Indonesia kepada
krisis multidimensi yang di awali dengan badai krisis moneter yang tidak
kunjung reda. Krisis moneter tersebut membawa akibat pada terjadinya krisis
politik, dimana tingkat kepercayaan rakyat
terhadap pemerintah begitu kecil.
Tidak hanya itu,
kerusuhan-kerusuhan terjadi hampir di semua belahan bumi nusantara ini.
Akibatnya bisa ditebak, pemerintahan orde baru di bawah pimpinan Presiden
Soeharto (meskipun kembali terpilih dalam Sidang Umum MPR bulan Maret tahun
1998) terperosok ke dalam kondisi yang diliputi oleh berbagai tekanan politik
baik dari luar maupun dalam negeri. Dari dunia internasional, terutama Amerika
Serikat, secara terbuka meminta Presiden Soeharto mundur dari jabatannya
sebagai presiden. Dari dalam negeri, timbul gerakan massa yang dimotori oleh
mahasiswa turun ke jalan menuntut Presiden Soeharto lengser dari jabatannya.
Tekanan dari massa mencapai
puncaknya ketika tidak kurang dari 15.000 mahasiswa mengambil alih Gedung
DPR/MPR yang mengakibatkan proses politik nasional praktis lumpuh. Sekalipun
pada saat-saat akhir Presiden Soeharto ingin menyelematkan kursi kepresidenannya
dengan menawarkan berbagai langkah, antara lain reshuffle (perombakan)
kabinet dan membentuk Dewan Reformasi, akan tetapi Presiden Soeharto tidak
punya pilihan lain kecuali mundur dari jabatannya.
Akhirnya pada hari Kamis tanggal
21 Mei 1998, Presiden Soeharto bertempat di Istana Merdeka Jakarta menyatakan
berhenti sebagai Presiden dan dengan menggunakan pasal 8 UUD 1945, Presiden
Soeharto segera mengatur agar Wakil Presiden Habibie disumpah sebagai
penggantinya di hadapan Mahkamah Agung, karena DPR tidak dapat berfungsi karena
gedungnya diambil alih oleh mahasiswa.
Saat itu, kepimpinan nasional
segera beralih dari Soeharto ke Habibie. Hal ini merupakan jalan baru demi
terbukanya proses demokratisasi di Indonesia. Kendati diliputi oleh kontroversi
tentang status hukumnya, pemerintahan Presiden Habibie mampu bertahan selama
satu tahun kepemimpinan.
Dalam masa pemerintahan Presiden
Habibie inilah muncul beberapa indicator pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Pertama, diberikannya
ruang kebebasan pers sebagai ruang publik untuk berpartisipasi dalam kebangsaan
dan kenegaraan. Kedua, diberlakukannya
sistem multipartai dalam pemilu tahun 1999. Habibie dalam hal ini sebagai
Presiden Republik Indonesia membuka kesempatan kepada rakyat untuk berserikat
dan berkumpul sesuai dengan ideologi dan aspirasi politiknya.
Dua hal yang dilakukan Presiden
Habibie di atas merupakan fondasi yang kuat bagi pelaksanaan demokrasi
Indonesia pada masa selanjutnya. Demokrasi yang diterapkan negara kita pada era
reformasi ini adalah demokrasi Pancasila, tentu saja dengan karakteristik yang
berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip dengan demokrasi parlementer tahun
1950-1959. Pertama, Pemilu
yang dilaksanakan jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya. Sistem pemilu
yang terus berkembang memberikan jalan bagi rakyat untuk menggunakan hak
politiknya dalam pemilu, bahkan puncaknya pada tahun 2004 rakyat bisa langsung
memilih wakilnya di lembaga legislatif dan presiden/wakil presiden pun dipilih
secara langsung. Tidak hanya itu, mulai tahun 2005 kepala daerah pun (gubernur
dan bupati/walikota) dipilih langsung oleh rakyat.
Kedua, rotasi kekuasaan
dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampai pada tingkat desa. Ketiga, pola rekrutmen
politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara terbuka dimana setiap
warga Negara yang mampu dan memenuhi syarat dapat menduduki jabatan politik
tersebut tanpa adanya diskrimisi. Keempat,
sebagian besar hak dasar rakyat bisa terjamin seperti adanya kebebasan
menyatakan pendapat, kebebasan pers dan sebagainya. Kondisi demokrasi Indonesia
saat ini bisa diibaratkan sedang menuju sebuah kesempurnaan. Akan tetapi jalan
terjal menuju itu tentu saja selalu menghadang. Tugas kita adalah mengawal
demokrasi ini supaya teraplikasikan dalam seluruh aspek kehidupan.
0 komentar:
Post a Comment