Orde Baru: Perkembangan Dalam Bidang Ekonomi
Bersamaan dengan
langkah-langkah politik pemegang Supersemar juga melaksanakan langkah-langkah
ekonomi. Selama beberapa tahun sebelum Orde Baru, keadaan ekonomi telah
mengalami kemerosotan terus-menerus. Apabila tahun 1955-1960 laju inflasi
rata-rata adalah 25% setahun, dalam periode 1960-1965 harga-harga meningkat
dengan laju rata-rata 226% setiap tahun Pada tahun 1966 laju inflasi itu
mencapai puncaknya, yaitu 650% yang diikuti oleh kemerosotan ekonomi di segala
bidang.
Karena itu Orde Baru
mempunyai tugas untuk menghentikan proses kemerosotan tersebut dan membina
landasan yang sehat bagi pertumbuhan ekonomi yang wajar dan mantap (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1980:196).
Keluarnya Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966 Tentang Pembaharu-an Kebijakan
Landasan Ekonomi, Keuangan dan pembangunan yang pada hakikatnya merupakan suatu
konsepsi strategis yang tepat untuk menanggulangi kemerosotan ekonomi yang
terjadi sejak tahun 1955. Ketetapan tersebut memutuskan (Kansil,dkk,
1970:172-186) tentang:
1.
BAB I, Kebijakan Landasan Ekonomi,
Keuangan, dan Pembangunan.
2.
BAB II, Keuangan Ekonomi Potensial.
3.
BAB III, Skala Prioritas Nasional.
4.
BAB IV, Peranan Pemerintah.
5.
BAB V, Peranan Koperasi.
6.
BAB VI, Peranan Swasta Nasional.
7.
BAB VII, Kebijaksanaan Pembiayaan.
8.
BAB VIII, Hubungan Ekonomi
Internasional.
9.
BAB IX, Prasarat Pelaksanaan.
10.
BAB X,
Penutup.
MPRS menyadari bahwa
kemerosotan ekonomi yang berlarut-larut itu disebabkan oleh:
1.
Tidak adanya pengawasan yang
efektif dari DPR terhadap kebijakan ekonomi;
2.
Kepentingan ekonomi dikalahkan
oleh kepentingan politik;
3.
Pemikiran ekonomi yang
rasional untuk memecahkan masalah-masalah ekonomi dikesampingkan. Karena itu
MPRS menggariskan tiga macam program yang harus diselesaikan secara bertahap.
Program itu adalah:
1. Program penyelamatan;
2. Program stabilitas dan rehabilitasi; dan
3. Program pembangunan.
Khusus program
stabilisasi dan rehabilitasi dengan skala prioritas;
1. Pengendalian inflasi;
2.
Pencukupan
kebutuhan pangan;
3.
Rehabilitasi
prasarana ekonomi;
4.
Peningkatan
kegiatan ekspor; dan
5.
Pencukupan
kebutuhan pangan (Poesponegoro, 1984:432).
Langkah pertama yang
dilaksanakan adalah stabilitas ekonomi sesuai dengan isi dari tugas Dwidharma
Kabinet Ampera. Demi terealisasikannya stabilitas ekonomi maka pemegang
Supersemar pada tanggal 11 Agustus 1966 membentuk DSEN (Dewan Stabilitas
Ekonomi Nasional).
Dewan ini
berkedudukan sebagai pembantu Pemerintahan yang bertanggung jawab terhadap
Presiden dan bertugas merumuskan kebijakan-kebijakan di bidang ekonomi,
menyusun program, dan mengendalikan pelaksanaannya dengan tujuan mewujudkan
stabilitas ekonomi nasional secepatnya. Upaya pembangunan dalam bidang ekonomi
Orde Baru (dalam Poesponegoro, dkk. 1984:441-442) dilaksanakan melalui REPELITA
(Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang dimulai pada tanggal 1 April 1969.
Sektor pertanian
merupakan sektor yang terbesar dalam ekonomi Indonesia. Kurang lebih 55% dari
produksi nasional berasal dari sektor pertanian, sedangkan 75% penduduk
memperoleh penghidupan dari sektor pertanian. Kedudukan yang menentukan dari
sektor pertanian dapat dilihat juga dari
sumbangan penghasilan devisa negara. Lebih 60% dari ekspor Indonesia berasal dari sektor pertanian.Sebagai
sektor terbesar dalam ekonomi Indonesia
maka sektor pertanian merupakan landasan bagi setiap usaha pembangunan
(Repelita, 1969/70-1973/74:11). Sasaran pembangunan dirumuskan secara sederhana
dalam Repelita ini yaitu:
1. Pangan;
2. Sandang;
3. perbaikan prasarana;
4. perumahan rakyat;
5. perluasan lapangan kerja; dan
6. kesejahtraan rohani.
Pelaksanaan
pembangunan ini bertumpu pada Trilogi Pembangunan yaitu:
1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang
menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi; dan
3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Pembangunan ini
berdasarkan pada asas:
1. Asas manfaat;
2. Asas usaha bersama dan kekeluargaan;
3. Asas demokrasi;
4. Asas adil dan merata;
5. Asas peri kehidupan dalam keseimbangan;
6. Asas kesadaran; dan
7. Asas kepercayaan pada diri sendiri.
Adapun modal dasar yang disebutkan dalam Pola Dasar
Pembangunan Nasional adalah:
1.
Kemerdekaan
dan kedaulatan bangsa;
2.
Kedudukan
geografi’;
3.
Sumber-sumber
kekayaan alam;
4.
Jumlah
penduduk;
5.
Modal
rohani dan mental;
6.
Modal
budaya;
7.
Potensi
efektif bangsa;
8.
Angkatan
bersenjata.
Dalam menggerakkan
modal dasar untuk mencapai tujuan pembangunan, perlu pula diperhatikan
faktor-faktor dominan sebagai berikut:
1.
Faktor
demografi dan sosial-budaya;
2.
Faktor
geografi, hidrografi, geologi, dan topografi;
3.
Faktor
klimatologi;
4.
Faktor
flora dan fauna;
5.
Faktor
kemungkinan pengembangan.
Berdasarkan pada hal
tersebut, sektor pertanian sejak diberlakukannya Repelita mengalami
perkembangan yang signifikan. Di bawah ini adalah salah satu contoh
perkembangan sektor pertanian dalam
Repelita I.
SASARAN
PRODUKSI BERAS 1969/70-1973/74
Tahun
|
Jumlah Produksi (juta ton)
|
Persentase Pertambahan
|
1969/70
|
10,52
|
7,34
|
1970/71
|
11,73
|
8,65
|
1971/72
|
12,52
|
9,50
|
1972/73
|
13,81
|
10,30
|
1973/74
|
15,42
|
11,60
|
Sumber: Repelita 1969/70-1973/7: 21.
Luas panen, produksi
dan hasil rata-rata beras tahun 1968-1973 juga mengalami peningkatan seperti
tabel di bawah ini.
Tahun
|
Luas panen
(ribu Ha)
|
Produksi (ribu ton)
|
Hasil rata-rata (kwintal/Ha)
|
1968
|
8.020
|
11.666
|
14,55
|
1969
|
8.014
|
12.249
|
15,28
|
1970
|
8.135
|
13.140
|
16,15
|
1971
|
8.317
|
13.724
|
16.50
|
1972
|
7.984
|
13.305
|
16,66
|
1973
|
8.388
|
14.455
|
17.14
|
Sumber:
Repelita1974/1975-1978/1979: 19.
Produksi pangan
Indonesia meningkat secara menyolok, sebagian besar karena tersedianya bibit
yang bertambah baik dan melimpahnya persediaan pupuk Naiknya penghasilan
perkapita tahunan menjadi 600 dolar Amerika menyebabkan Bank Dunia melakukan
penggolongan ulang terhadap Indonesia sebagai suatu negara yang berpenghasilan
menengah pada tahun 1982.
Rehabiltasi
perekonomi-an Indonesia di bawah Orde Baru berkaitan dengan upaya memisahkan
diri dari negara-negara komunis dan dijalinnya hubungan yang erat dengan dunia
non-komunis. Dijalinnya lagi hubungan dengan Amerika Serikat dan Jepang
merupakan bagian yang penting dari langkah-langkah ini. Langkah-langkah penting
lainnya adalah terbentuknya ASEAN (Association of South East Asian Nations)
pada tahun 1967 bersama-sama dengan Malaysia, Singapura, Muangthai, dan
Philipina, kemudian diikuti oleh negara-negara Asia lainnya.
Penyedian pangan dan
sandang pun mengalami kemajuan. Antara tahun 1968 dan 1990-an produksi beras
telah meningkat dari 105,8 kg per jiwa menjadi 159,9 kg per jiwa, produksi ikan
meningkat dari 10,3 kg per jiwa menjadi 18,6 kg per jiwa. Selanjutnya produksi
daging per jiwa melipat menjadi lebih dari 2 kalinya yaitu dari 2,7 kg menjadi
6,4 kg, produksi telur per jiwa melipat hampir 6 kalinya,dari 0,5 kg menjadi
2,9 kg, produksi tekstil per jiwa melipat hampir 10 kalinya dari 2,8 m menjadi
28,5 m. Persentase rumah tangga yang memperoleh aliran listrik telah meningkat
dari 6,1% dari seluruh rumah tangga dalam tahun 1971 menjadi 46,8% dalam tahun
1990-an.
0 komentar:
Post a Comment