Organisasi Budi Utomo pada Masa Pergerakan Nasional
Budi Utomo
merupakan sebuah organisasi modern pertama kali di Indonesia yang didirikan
oleh Dr. Sutomo pada tanggal 20 Mei 1908. Istilah Budi Utomo berasal dari
bahasa Sansekerta, yaitu bodhi atau budhi, berarti “keterbukaan jiwa”,
”pikiran”,” kesadaran”, “akal”, atau “pengadilan”. Sementara itu, utomo berasal dari perkataan Jawa: utama, yang dalam bahasa Sansekerta berarti “
tingkat pertama” atau “ sangat baik” .
Dr. Wahidin
Sudirohusodo merupakan pembangkit semangat organisasi Budi Utomo. Sebagai
lulusan sekolah dokter Jawa di Weltvreden (sesudah tahun 1900 dinamakan
STOVIA), merupakan salah satu tokoh pelajar yang berusaha memperjuangkan nasib
bangsanya. Wahidin menghimpun beasiswa agar dapat memberikan pendidikan modern
cara Barat kepada golongan priyayi Jawa dengan mendirikan Studie Fonds atau Yayasan Beasiswa. Gerakan pendirian studiefonds disusul dengan berdirinya
Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 di Jakarta. Organisasi ini
diketuai oleh dr. Sutomo yang dibantu M. Suraji, M. Saleh, Mas Suwarno, M.
Sulaeman, Gunawan dan Gumbreg. Tanggal
berdirinya Budi Utomo tersebut sampai sekarang diperingati sebagai Hari
Kebangkitan Nasional.
Program utama dari Budi Utomo mengusahakan perbaikan
pendidikan dan pengajaran. Programnya lebih bersifat sosial disebabkan saat itu
belum dimungkinkan didirikannya organisasi politik karena adanya aturan yang ketat dari pihak pemerintah Hindia
Belanda. Pada tanggal 3 – 5 Oktober 1908, Budi Utomo mengadakan kongresnya yang
pertama di Yogyakarta. Kongres ini berhasil menetapkan tujuan organisasi yaitu:
Kemajuan yang harmonis antara bangsa dan
negara, terutama dalam memajukan pengajaran, pertanian, peternak-an dan
dagang, tehnik, industri serta kebudayaan. Sebagai ketua Pengurus Besar yang
pertama terpilih R.T Tirtokusumo (Bupati Karang Anyar) dengan wakil ketua dr.
Wahidin Sudiro Husodo.
Dalam kongres itu, terdapat kelompok minoritas yang
dipimpin Dr. Cipto Mangunkusumo yang berusaha memperjuangkan Budi Utomo berubah
menjadi partai politik yang berjuang untuk mengangkat rakyat pada umumnya
(tidak terbatas hanya golongan priyayi) dan kegiatannya meliputi seluruh
Indonesia, tidak hanya Jawa dan Madura saja.
Namun pandangan Dr. Cipto Mangunkusumo gagal mendapat dukungan bahkan pada tahun 1909 Dr. Cipto
Mangunkusumo mengundurkan diri dari Budi Utomo kemudian bergabung dengan
Indische Partij.
Setelah mendapat persetujuan dari pemerintah Kolonial
Belanda, Budi Utomo pada tahun 1909 diberi status sebagai organisasi yang
berbadan hukum sehingga diharapkan organisasi pertama di Indonesia ini dapat
melakukan aktivitasnya secara leluasa. Gubernur Jenderal van Heutsz menyambut
Budi Utomo sebagai bagian keberhasilan dari pelaksanaan politik etis. Dengan
demikian, BU tumbuh menjadi organisasi yang moderat, kooperatif terhadap
pemerintah Hindia Belanda.
Pada
perkembangannya BU mengalami stagnasi, aktivitasnya hanya terbatas pada
penerbitan majalah Goeroe Desa dan
beberapa petisi yang ditujukan kepada pemerintah Hindia Belanda dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan. Kelambanan aktivitas BU disebabkan para pengurus atau
pemimpin mereka berstatus sebagai pegawai atau bekas pegawai pemerintah,
sehingga mereka takut bertindak dan lemah dalam gerakan kebangsaan. Di samping
itu, BU kekurangan dana dan pemimpin yang dinamis.
Pada tahun
1912 R.T Tirtokusumo berhenti sebagai ketua digantikan oleh Pangeran Noto
Diridjo, anak dari Paku Alam V yang berusaha mengejar keter-tinggalan
organisasi itu dalam aktivitasnya. Ketua baru tidak banyak membawa
perubahan. Hasil-hasil yang dicapai antara lain perbaikan pengajaran di daerah
Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan surakarta, serta mendirikan organisasi dana
belajar Darmoworo.
Peran BU
semakin memudar seiring berdirinya organsasi yang lebih aktif dan penting bagi
pribumi. Beberapa di antaranya bersifat keagamaan, kebudaya-an dan
pendidikan serta organisasi yang bersifat politik. Organisasi baru tersebut
antara lain: Sarekat Islam, Indische Partij, dan Muhammadiyah. Dengan
muncul-nya organisasi-organisasi baru tersebut menyebabkan BU mengalami
kemundur-an. BU tidak bergerak dalam bidang keagamaan dan politik sehingga
anggota yang merasa tidak puas dengan BU keluar dari organisasi itu dan masuk
ke organisasi baru yang dianggap lebih sesuai.
Keadaan yang
demikian menjadikan BU berubah haluan ke arah politik. Hal ini dapat dibuktikan
dengan peristiwa sebagai berikut:
a.
Dalam
rapat umum BU di Bandung tanggal 5 dan 6 Agustus 1915 menetap-kan mosi, agar
dibentuk milisi bagi bangsa Indonesia namun melalui persetujuan parlemen. Pembentukan
milisi berhubungan dengan meletusnya Perang Dunia I tahun 1914.
b.
BU menjadi bagian dalam Komite “ Indie Weerbaar” yaitu
misi ke Negeri Belanda dalam rangka untuk pertahanan Hindia Belanda. Meski
undang-undang wajib militer atau pembentukan suatu milisi gagal dipenuhi
pemerintah Belanda, ternyata parlemen Belanda menyetujui pembentukan Volksraad
(Dewan Rakyat) sebagai Hindia Belanda. BU segera membentuk sebuah Komite
Nasional untuk menghadapi pemilihan anggota Volksraad meskipun demikian Komite
Nasional ini tidak dapat berjalan sesuai harapan.
Dr. Sutomo yang tidak puas dengan BU pada tahun 1924
mendirikan Indonesische Studieclub di
Surabaya. Penyebabnya adalah asas “Kebangsaan Jawa” dari BU sudah tidak relevan
dengan perkembangan rasa kebangsaan yang menuju pada sifat nasional. Indonesische Studieclub ini pada
per-kembangannya menjadi Persatuan Bangsa Indonesia. Pada konggres BU tahun
1923 diusulkan adanya asas non kooperatif sebagai asas perjuangan namun ditolak
oleh sebagian peserta konggres.
Pada tahun 1927 BU masuk dalam PPPKI (Permufakatan
Perhimpunan- Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia) yang dipelopori Ir.
Sukarno. Meskipun demikian, BU tetap eksis dengan asas kooperatifnya. Pada
tahun 1928 BU menambah asas perjuangannya yaitu: ikut berusaha untuk
melaksanakan cita-cita persatuan Indonesia. Hal ini sebagai isyarat bahwa BU
menuju kehidupan yang lebih luas tidak hanya Jawa dan Madura namun meliputi
seluruh Indonesia. Usaha ini diteruskan dengan mengadakan fusi dengan PBI
(Persatuan Bangsa Indonesia) suatu partai pimpinan Dr. Sutomo. Fusi ini terjadi
pada tahun 1935, hasil fusi melahirkan Parindra (Partai Indonesia Raya),
sehingga berakhirlah riwayat BU sebagai organisasi pergerakan pertama di
Indonesia.
0 komentar:
Post a Comment