Organisasi
Indische Partij (IP) Pada Masa Pergerakan Nasional
IP didirikan di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 oleh Tiga Serangkai yaitu
E.F.E Douwes Dekker (Danudirjo Setyabudi), dr. Cipto Mangunkusumo dan Suwardi
Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Organisasi yang bercorak politik ini juga
berusaha menggantikan Indische Bond yang merupakan wadah bagi kaum Indo dan
Eropa di Indonesia yang didirikan pada
tahun 1898. Penggagas IP adalah Douwes Dekker, seorang Indo – Belanda yang mengamati adanya keganjilan-keganjilan
dalam masyarakat kolonial, khususnya diskriminasi antara keturunan Belanda asli
dengan kaum Indo. Ia juga memperluas pandangannya untuk peduli dengan nasib
masyarakat Indonesia yang masih hidup dalam belenggu aturan kolonialis. Melalui
tulisan-tulisan para tokoh IP dalam majalah Het
Tijdschrift dan surat kabar De
Express, mereka menyampaikan
pemikiran-pemikirannya. Mereka berusaha menyadarkan golongan Indo dan
pribumi, bahwa masa depan mereka terancam oleh bahaya yang sama yaitu
eksploitasi kolonial. Untuk melancarkan aksi-aksi perlawanan terhadap kolonial
tersebut, mereka mendirikan Indische
Partij.
IP terbuka bagi semua golongan sehingga keanggotaannya
meliputi kaum pribumi, bangsa Eropa yang
tinggal di Hindia Belanda, Indo-Belanda, keturunan Cina dan Arab serta lainnya.
Tujuan IP adalah: “Indie’ merdeka, dengan dasar “ Nasional Indische” melalui semboyan “ Indie untuk Indiers”
berusaha mem-bangun rasa cinta tanah air serta bersama-sama memajukan tanah air
untuk menyiapkan kemerdekaan. IP berdiri berdasarkan nasionalisme yang luas
menuju kemerdekaan Indonesia yang mengakomodasi semua orang pribumi, Belanda,
keturunan Cina dan Arab serta lainnya. Namun pemerintah Hindia Belanda bersikap
tegas terhadap IP. Permohonan yang diajukan kepada Gubernur Jenderal agar IP
mendapat pengakuan sebagai badan hukum
pada tanggal 4 Maret 1913 ditolak dengan alasan bahwa organisasi tersebut
berdasarkan politik dan mengancam keamanan Hindia Belanda. Bahkan pemerintah
tetap menganggap IP sebagai partai terlarang.
Pada peringatan ulang tahun ke-100 kemerdekaan Belanda
dari penjajah-an Perancis, di Bandung dibentuk Komite Bumiputra. Komite ini
mengirim telegram kepada Ratu Belanda yang berisi antara lain permintaan
dibentuknya majelis perwakilan rakyat yang sejati serta adanya kebebasan
berpendapat di daerah jajahan. Salah seorang
tokoh Komite Bumiputra yaitu Suwardi Suryaningrat, menulis sebuah
artikel yang berjudul “Als ik een
Nederlander was” (Seandainya Saya Seorang Belanda), yang berisi sindiran
tajam terhadap ketidakadilan di daerah jajahan. Adanya sesuatu yang ironis, di
saat Belanda akan merayakan kebebasannya dari penjajah Perancis dilain pihak
tenyata Belanda menjajah bangsa Indonesia. Kegiatan Komite ini dianggap oleh
Belanda sebagai aktivitas yang membahayakan sehingga pada tahun 1913 ketiga
tokoh IP dijatuhi hukuman pengasingan di negeri Belanda. Saat di Belanda,
mereka aktif dalam perkumpulan Perhimpunan Indonesia.
Dengan pengasingan tokoh-tokoh utama IP membawa pengaruh
terhadap aktivitas organisasi tersebut
sehingga para pengikutnya bubar. Namun propaganda IP tentang
“Nasionalisme Indonesia” dan kemerdekaan menjadi bagian dari semangat bangsa di
kemudian hari, terutama dalam organisasi-organisasi setelah IP.
0 komentar:
Post a Comment