Organisasi Sarekat Islam Pada Masa Pergerakan Nasional
Tiga tahun setelah berdirinya Budi Utomo, pada tahun 1911
berdirilah organisasi yang disebut Sarekat Dagang Islam. Latar belakang
ekonomis perkumpulan ini sebagai bentuk perlawanan terhadap dominasi pedagang
orang-orang Cina. Hal ini juga sebagai isyarat bahwa golongan muslim sudah
saatnya menunjukkan kemampuannya. Atas
prakarsa K.H. Samanhudi seorang saudagar batik dari Laweyan –
Solo berdirilah sebuah organisasi yang pada awalnya anggotanya para pedagang
batik di kota Solo. Tujuannya untuk memperkuat persatuan sesama pedagang batik
dalam menghadapi persaingan dengan pedagang Cina yang menjadi agen-agen
bahan-bahan batik. Para pengusaha tersebut umumnya beragama Islam sehingga
organisasi tersebut bernama Sarekat Dagang Islam.
Sarekat Dagang Islam mengalami kemajuan pesat karena
dapat meng-akomodasi kepentingan rakyat biasa. Oleh sebab itu, organisasi ini
menjadi lambang persatuan bagi masyarakat yang tidak suka dengan orang-orang
Cina, pejabat-pejabat priyayi dan orang-orang Belanda. Di Solo, gerakan yang
bercorak nasionalistis, demokratis, religius, dan ekonomis ini berdampak pada
permusuhan antara rakyat biasa dengan kaum pedagang Cina, sehingga sering
terjadi bentrok di antara mereka. Pemerintah Hindia Belanda semakin khawatir
dengan gerakan yang bersifat radikal ini karena berpotensi menjadi gerakan
melawan pemerintah. Hal ini menyebabkan Sarekat Dagang Islam pada tanggal 12
Agustus 1912 diskors oleh residen Surakarta dengan larangan untuk menerima
anggota baru dan larangan mengadakan rapat. Karena tidak ada bukti untuk
melakukan gerakan anti pemerintah maka tanggal 26 Agustus 1912 skors tersebut
dicabut.
Atas usul dari H.O.S Cokroaminoto pada tanggal 10
September 1912 Sarekat Dagang Islam berubah menjadi Sarekat Islam. K.H
Samanhudi diangkat sebagai ketua Pengurus Besar SI yang pertama dan H.O.S
Cokroaminoto sebagai komisaris. Setelah menjadi SI sifat gerakan menjadi lebih
luas karena tidak dibatasi keanggotaannya pada kaum pedagang saja. Dalam
Anggaran Dasar tertanggal 10 September
1912, tujuan perkumpulan ini diperluas:
a.
Memajukan
perdagangan;
b.
Memberi
pertolongan kepada anggota yang mengalami kesukaran (semacam usaha koperasi);
c.
Memajukan
kecerdasan rakyat dan hidup menurut perintah agama; dan
d.
Memajukan
agama Islam serta menghilangkan faham- faham yang keliru tentang agama Islam.
Program yang
baru tersebut masih mempertahankan tujuan lama yaitu dalam bidang perdagangan
namun tampak terlihat perluasan ruang gerak yang tidak membatasi pada
keanggotaan para pedagang tetapi terbuka bagi semua masyarakat. Tujuan
politik tidak tercantumkan karena pemerintah masih melarang adanya partai
politik. Perluasan keanggotaan tersebut menyebabkan dalam waktu relatif singkat
keanggotaan SI meningkat drastis. Gubernur Jenderal Idenburg dengan hati-hati
mendukung SI dan pada tahun 1913 Idenburg memberi pengakuan resmi kepada SI
meski banyak pejabat Hindia Belanda menentang kebijakannya.
Kongres Pertama Sarekat
Islam di Solo 26 Januari 1913. Duduk di atas panggung Pangeran Ngabei, raja
Solo. Di belakangnya berdiri H. Samanhudi, R.Tjokrosoedarmo, R. Oemar Said
Tjokroaminoto dan R. Goenawan (Sumber : Capita Selecta : 1981).
SI mengadakan kongres I di Solo pada
tanggal 26 Januari 1913. Konggres yang dipimpin oleh H.O.S Cokroaminoto antara
lain mejelaskan bahwa SI bukan sebagai partai politik dan tidak beraksi untuk
melakukan pergerakan secara radikal melawan pemerintah Hindia Belanda. Meskipun
demikian, asas Islam yang dijadikan prinsip organisasi menjadikan SI sebagai
simbol persatuan rakyat yang mayoritas memeluk Islam serta adanya kemauan untuk
memper-tinggi martabat atau derajat rakyat. Cabang-cabang SI telah tersebar di
seluruh pulau Jawa dengan jumlah anggota yang sangat banyak.
Kongres SI II diadakan di Solo tahun 1914, yang memutuskan antara lain bahwa keanggotaan SI terbuka bagi
seluruh rakyat Indonesia dan membatasi keanggotaan dari golongan pagawai
Pangreh Praja. Tindakan ini sebagai cara untuk memperkuat identitas dan citra
bahwa SI sebagai organisasi rakyat. Pemerintah Hindia Belanda tidak suka
melihat kekuatan SI yang begitu besar dan bersikap berani. Untuk membatasi
kekuatan SI, pemerintah menetapkan peraturan pada tanggal 30 Juni 1913 bahwa
cabang-cabang SI harus bersikap otonom atau mandiri untuk daerahnya
masing-masing. Setelah terbentuk SI daerah berjumlah lebih dari 50 cabang, pada
tahun 1915 SI mendirikan CSI (Central Sarekat Islam) di Surabaya. Tujuan didirikannya
CSI adalah dalam rangka memajukan dan membantu SI di daerah serta mengadakan
hubungan antara cabang-cabang SI.
Kongres III SI diadakan di kota Bandung
pada tanggal 17-24 Juni 1916. Konggres yang dipimpin H.O.S Cokroaminoto
tersebut bernama Kongres Nasional Sarekat Islam pertama, yang dihadiri hampir
80 SI daerah. Dicantum-kannya kata “nasional” dalam kongres tersebut
dimaksudkan, bahwa SI menuju ke arah persatuan yang teguh dan semua golongan
atau tingkatan masyarakat merasa sebagai satu bangsa.
Kongres Nasional SI kedua dilaksanakan di
Jakarta pada tanggal 20 – 27 Oktober 1917. Dalam kongres tersebut menyetujui
bahwa CSI tetap dalam garis parlementer-evolusioner
meskipun lebih berani bersikap kritis terhadap pemerintah. Pada tahun
1918, SI mengirimkan wakilnya ke Volksraad yaitu Abdul Muis (dipilih) dan H.O.S
Cokroaminoto (diangkat). Dalam sidang Volksraad, H.O.S Cokroaminoto mengusulkan
agar lembaga tersebut menuju pada status dan fungsi parlemen yang sesungguhnya.
0 komentar:
Post a Comment